Rabu, 13 April 2011

BIOETIK

DENGAN ALAMPUN PERLU ETIKA


DEGRADASI kwalitas lingkungan hidup dan sumber daya alam telah sampai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari fakta yang ada bahwa pencemaran lingkungan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Penumpukan sampah anorganik yang semakin menggunung, meningkatnya limbah B4 ( Bahan Buangan Berbahaya Beracun), peningkatan hujan asam dan semakin menipisnya lapisan ozon., merupakan gambaran suram planet kita ini. Tidak hanya itu saja terjadinya peningkatan berbagai gas rumah kaca sepeti; CO2, CH4, CFC dan N2O, yang diperkirakan lebih dari 20 milyar ton pertahun mengakibatkan terjadi pemanasan global sebagai efek rumah kaca (green house effect), punahnya hutan tropis dengan kelajuan kepunahan lebih dari 100.000 km2 / tahun, degradasi keanekaragaman hayati, penyusutan tanah subur dan meningkatnya tanah kritis, serta hilangnya sumber air bersih terus kita rasakan. Tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang banyak terjadi dewasa ini, sebagian besar bersumber dari keserakahan manusia sendiri; prilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, ceroboh, tidak peduli dan egois; mementingkan diri sendiri. Demikianlah sejatinya bahwa masalah lingkungan hidup bukan sekedar persoalan teknis, melainkan juga masalah moral (adab) dari perilaku manusia, karena itu perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya.
Krisis lingkungan hanya dapat diatasi dengan melakukan perubahan secara fundamental terhadap cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Hal ini perlu pembelajaran dari sebuah pola/gaya hidup baru yang tidak sekedar menyangkut perilaku orang per orang, melainkan budaya masyarakat secara keseluruhan.
Cara pandang antroposentris yang menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta, dan hanya manusialah yang memiliki nilai, sedangkan alam dan segala isinya hanya sekedar alat pemenuhan kebutuhan manusia perlu diluruskan. Cara pandang demikian menyebabkan terjadinya perilaku konsumtif dan eksploitatif manusia terhadap alam tanpa mempertimbangkan kepentingan masa depan.
Cara pandang biosentrisme atau ekosentrisme menempatkan manusia tidak hanya makhluk social, melainkan juga sebagai makhluk ekologis, merupakan bagian dari komponen kecil dari sebuah ekosistem bumi (Biosfera) yang saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Seperti halnya komponen biotik lainnya manusia mempunyai kedudukan yang sama di dalam jaring-jaring kehidupan pada ekosistem bumi ini.Tanpa alam dan makhluk hidup lain, kelangsungan hidup manusia tidak akan dapat bertahan (Survive). Oleh karenanya, manusia harus sadar bahwa etika tidak lagi dibatasi hanya untuk sesama manusia, tetapi berlaku juga untuk semua makhluk, sebab sesungguhnya secara ekologis, semua makhluk di bumi ini memiliki status moral yang sama, harus dihargai, dihormati dan dilindungi hak-haknya secara sama.
Belajar dari pandangan biosentrisme dan ekosentrisme, ada beberapa prinsip dasar etika lingkungan yang dapat kita tarik antara lain : Pertama, sikap hormat dan tanggung jawab terhadap alam. Manusia sebagai bagian dari alam yang kehidupannya sangat bergantung kepada alam harus dapat menghormati secara proporsional dan tanggung jawab terhadap kelestarian alam. Kedua, kasih sayang, solidaritas dan kepedulian terhadap alam. Manusia hendaknya memiliki perasaan solider, mencintai, menyayangi, peduli terhadap alam sehingga selalu mengambil kebijaksanaan yang proalam, manusia tidak boleh melakukan tindakan yang mengancam eksistensi alam dengan segala biotiknya. Ketiga, hidup sederhana, selaras dan adil terhadap alam. Prinsip yang ditekankan adalah nilai, kualitas, cara hidup yang baik dan bukan kekayaan, sarana dan standar material. Prilaku manusia harus berdampak positif terhadap kelestarian lingkungan hidup. Empat, demokratis dan integritas moral. Prinsip demokrasi menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas kehidupan, aspirasi, kelompok politik dan nilai. Prinsip ini memungkinkan nilai lingkungan hidup mendapat tempat untuk diperjuangkan sebagai agenda politik dan ekonomi yang sama pentingnya dengan agenda lain. Terutama para pejabat pengambil keputusan hendaknya mempunyai perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang selalu mengamankan kepentingan publik tidak mengutamakan keuntungan pribadi. Mengingat pembangunan tidak hanya berdampak positif, tetapi juga berdampak negative yang dalam jangka panjang bila tidak tertangani dapat mengancam kehidupan manusia, maka didalam setiap pembangunan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak saja sebagai persyaratan administratif tetapi syarat utama dan yang pertama harus dilakukan.
Sebenarnya pandangan biosentrisme dan ekosentrisme merupakan sebuah revitalisasi cara pandang dan prilaku masyarakat tradisional/adat dalam berinteraksi dengan alam. Betapa tidak ? Tanpa mesyirikkan Allah Yang Maha Kuasa, masyarakat tradisional sangat menghormati alam lingkungan. Sebagai contoh: tidak dibenarkan membunuh binatang buruan yang sedang bunting atau menyusui anaknya, menjaga pepohonan disekitar sungai/mata air, tidak dibenarkan membuang sampah/kotoran sembarangan dsb. Sebenarnya perilaku tersebut merupakan bentuk konservasi demi keberlanjutan pemanfatan alam dan bentuk etika manusia terhadap alam.
Mengingat manusia modern cenderung perpikir dan berperilaku antroposentris, maka kesadaran terhadap etika lingkungan (Bioetik) ini perlu segera ditumbuh kembangkan sebagai budaya baru, etika baru melalui komitmen bersama, dipertahankan, diajarkan, diwariskan dari generasi ke generasi, kalau kita tidak menghendaki kelangsungan hidup kita segera berakhir.

*) Penulis alumnus FP MIPA IKIP Yk.
Guru SMP 3 Semanu Gk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar